Sabtu, 22 Maret 2014

Review Film Indonesia The Raid







Sebuah film lokal Indonesia yang menjadi salah satu film favorit saya pribadi dan juga film yang sangat membanggakan karena film ini bisa merambah kancah international. Di awal mulanya film ini berjudul serbuan maut dan seiring dengan peredarannya di luar negeri maka judulnya berubah menjadi The Raid : Redemption. Film ini sempat memenangkan penghargaan people choice dalam ajang Midnight Madness Award tahun 2011 di Toronto International Film Festival. Meraih penghargaan Audience Award dan Critics Award di Dublin International Film Festival tahun 2012.

Film ini bercerita tentang serbuan pasukan khusus terhadap sebuah gedung bertingkat yang dihuni oleh para penjahat dan para kriminal lainnya yang dikepalai oleh Tama (Ray Sahetapy). Ray bermain cukup bagus dalam mengekspresikan karakternya sebagai Tama, seorang boss mafia yang bergerak dalam bidang narkotika. Sikapnya kalem namun sifatnya menyimpan kekejaman tiada ampun. Dengan tampang slengean tapi mampu membunuh korbannya dengan memalu kepalanya langsung. Ekspresi wajah dan penampilan sangat cocok sekali untuk menjadi seorang boss bertangan dingin.

Sayangnya, skenario ceritanya lemah sekali sehingga dengan gampangnya seorang boss bertangan dingin tertangkap basah tanpa perlawanan sama sekali. Padahal diawal film Tama digambarkan sangat kejam. Seharusnya ada perlawanan atau pertarungan baik dengan senjata atau tangan kosong. Atau setidak-tidaknya kejar-kejaran dan sejenisnya. Karena ini boss penjahat lho, pimpinan dari penjahat-penjahat yang menghuni di seluruh gedung bertingkat tsb. Dialog-dialog pemainnya pun terasa kaku, kecuali Tama yang sesuai karakternya.

Film ini sudah mengalami peningkatan dari film sebelumnya yang digarap oleh Gareth Evans berjudul Merantau. Warna darah sudah lumayan bagus, tidak seperti film sebelumnya yang berwarna merah muda alias pink. Demikian juga perkelahiannya juga sudah lumayan dibanding film sebelumnya. Namun bila dibandingkan dengan Hollywood teknik perkelahiannya tentu masih kalah jauh. Juga bila dibandingkan dengan Mandarinwood atau Thailandwood pun masih kalah. Jadi Gareth Evans mesti harus meningkatkan lagi teknik perkelahiannya.

Beberapa perkelahian terlihat agak kaku terutama aktor figurannya. Ada yang terlihat duduk dengan menyandarkan kepala ke tembok, walaupun sudah mati. Ada preman dari daerah etnis timur tertentu yang kalau bicara bukannya terlihat seram malah terlihat lucu. Terlalu banyak teriak-teriak dalam berkelahi seperti film jaman kuno. Dalam perkelahiannya Rama yang diperankan oleh Iko Uwais hanya sekedar bak bik buk saja. Tidak ada yang bersifat seni atau art seperti pada film silat mandarin. Saya tidak melihat ada unsur pencak silat disini seperti yang digadang-gadang sebelumnya. Tidak ada gerakan slow motion dalam pertarungannya, padahal model semacam itu dapat menambah bumbu perkelahian dan keindahan pertarungan.

Ada satu adegan yang sepertinya miss, yaitu pada saat sopir diberondong tembakan didalam mobil, ternyata dilatar belakangnya ikut terekam gambar lalu lintas kendaraan yang berseliweran normal. Bayangkan ratusan peluru dimuntahkan senjata otomatis tentu akan terdengar oleh orang-orang disekitarnya dan secara normal akan mengundang perhatian untuk memanggil polisi atau aparat keamanan.

Hal-hal yang menarik adalah pada saat adegan awal yaitu ada anak kecil yang ditembak oleh Wahyu (Piere Gruno). Kemudian adegan saling menodong antara Jaka (Joe Taslim) yang menggunakan pisau dan lawannya yang menggunakan pistol. Selebihnya biasa-biasa saja.

Sosok istri Rama yang ditampilkan di sesi pembuka seharusnya tidak perlu ada karena tidak mempengaruhi cerita sama sekali. Sosok Reza yang merupakan boss dari Wahyu tidak dijelaskan lebih lanjut siapakah dia, seorang polisi kah atau penjahat lainnya atau pejabat pemerintah. Satu hal yang cukup sepele namun bisa merusak segalanya adalah salah tagline. Disebutkan tagline film ini adalah ”1 ruthless crime, 20 elite cops, 30 floors of chaos”. Padahal dalam filmya lantai tertinggi yang ketangkap kamera dan sesi cerita adalah lantai 15 tempat boss Tama tinggal. Sedangkan kalau diperhatikan posternya sendiri kurang lebih hanya 20 lantai saja.
Film ini tidak cocok untuk anak-anak dan sebaiknya penonton adalah yang berusia 17 tahun keatas karena film ini mengandung banyak kekerasan dan adegan berdarah serta kata-kata kotor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar